“Ketika niat baik terhenti karena ketidakyakinan akan dampak baiknya dari niat itu, saat itu pula kita akan tahu bahwa kita telah membuang-buang waktu. Niat baik tak harus dirasakan oleh puluhan atau bahkan ratusan orang secara langsung. Bahkan dampaknya bermula hanya untuk satu atau dua orang saja itu sudah menjadi kebaikan yang mengakar. Aku percaya setiap orang yang setia terhadap perkara-perkara kecil kapanpun diberikan tanggung jawab besar dia akan setia pula.”
Dua malam yang lalu, tanggal 26 April 2016, aku dan beberapa
temanku berkumpul di suatu desa di daerah yang memiliki suhu yang dingin. Kami
datang dari berbagai daerah, memang tidak jauh, akan tetapi jika dilihat dari
niatnya, kami berangkat dari tempat kami meletakkan kepala ke tempat yang bukan
kediaman kami. Dan kami datang dengan hati yang tulus, mata yang berbinar,
tujuan yang baik, untuk kemandirian lokal yang menunjang kemajuan daerah.
Kami semua memulai dengan semangat. Menjauhkan segala
gangguan seperti telepon genggam. Mengabaikan mulut yang menganga karena
mengantuk. Menaklukkan mata yang berat hingga memerah. Iya, kami melalui itu
semua disaat kami kumpul dan bercerita berbagi pengalaman dan menyusun rencana
untuk kemandirian lokal. Hampir tidak ada yang tidak bercerita malam itu. Dan baru
malam itu aku merasakan keaktifan saudara-saudariku itu di saat ada forum.
Keesokan harinya, sesuai jadwal yang kami rencanakan sebelum
memulai forum malamnya, kami masih melanjutkan pembicaraan yang tertunda karena
malam itu terhenti mengikuti kesepakatan akan berhenti hingga pukul 11 malam. Pagi
itu kami memulainya setelah beberapa teman yang berjuang mempersiapkan sarapan
untuk kami. Sama seperti semalamnya, makan sebelum forum. Bedanya, semalamnya
kami membeli makanan jadi, sedang pagi esoknya sarapan yang dihidangkan adalah
masakan sendiri.
Sekitar pukul 9 pagi, kami memulai pembahasan selanjutnya. Kami
memasuki pada tahap analisa setiap kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dan
rencana untuk pengadaan serta sampai pada antisipasi kemungkinan yang
merugikan. Setelah beberapa jam berlalu, terlihatlah beberapa dari kami yang
mulai merasa gelisah karena ide yang hampir terhenti.
Akhirnya kami berbagi cerita dengan seseorang yang lebih
berpengalaman dengan kami, kami menyebutnya “bapak”. Beliau mengutak-atik apa
yang ada di dalam benak kami, niat kami, dan rencana kami yang dikatakannya
bahwa ide seperti ini tak perlu orang seperti kami yang melakukannya. Hmmm, aku
merasa terlalu diangkat. Iya, kami terlalu diangkat sehingga diharapkan harus
bisa memikirkan yang berbeda dengan orang lain pada umumnya. Pada akhirnya kami
menjadi kebingungan dan hampir melupakan rencana awal.
Dan, ide demi idepun bermunculan dalam benak tetapi tidak
terungkapkan. Itu terlihat dari raut wajah dan binar mata yang terpampang
jelas. Semoga setelah beberapa hari kedepan kami sudah bisa berbagi ide,
mengeluarkan ide, dan ide itu yang bisa diterapkan untuk pemberdayaan
masyarakat. Semoga bukan sekedar bisnis sosial. Semoga benar untuk kemandirian
lokal.
“Jangan menyalahkan siapapun, melainkan melihat diri sendiri
karena kebelummampuan diri sendiri mungkin jadi pemicu kegundahan hati saat
ini. Terus belajar, terus berlatih.”