Rabu, 03 Mei 2017

Untuk Bangsaku



Aku Bangga Keragaman Bangsa Indonesia
Tapi PERSATUAN Itu Harus

Sontak berpikir, “Apakah bangsa yang besar, bangsa yang maju, bangsa yang kaya, yang sejahtera, dan berperikemanusiaan tidak pernah jatuh dan merasakan sakit? Sekalipun bangsa yang hanya ada dalam angan tetap merasakan tantangannya sendiri. Dan rasa sakit itu yang menjadi awal pemersatu bangsa Indonesia.”

Membaca sejarah dari berbagai sumber dan mencoba menempatkan diri sebagai pribadi yang menjadi pelaku utama. Mencoba masuk ke alam pikiran dan perasaan mereka para pejuang. Meskipun aku tak jua mampu mengerti seutuhnya, setidaknya aku merasakan getaran denyut nadi yang lama-kelamaan berhenti dari setiap pejuang yang pergi, ketakutan yang disembunyikan dalam langkah yang tegap dan mengangkat senjata, nafsu pemuda yang membara mendesak dan mempengaruhi satu sama lainnya, petuah lembut para pendahulu, apalagi semangat untuk memperjuangkan kesatuan yang dilontarkan di depan para patriot bumi pertiwi. Perjuangan yang selalu mencari jalan baik di antara jalan terbaik menurut beberapa ego. Semuanya masuk dalam satu impian yaitu kemerdekaan, dan kemerdekaan hanya dapat diraih (pun dipertahankan) jika persatuan ada dan hidup rukun.

Atau adakah yang tidak setuju bahwa tujuan yang sama pada saat itu yakni kemerdekaan?

Saat Bung Hatta memikirkan pembentukan sistem negara (konsepsi negara) berdasarkan pada otonomi daerah dan juga atas pertimbangan golongan yang ada di wilayah bagian tersebut, justru Soekarno melihatnya harus bersatu. Bersatu bukan berarti yang golongan Nasionalis berubah menjadi paham Agamais atau Komunis, bukan juga meminta yang Komunis berubah menjadi paham Nasionalis atau Agamais. Persatuan tidak bisa dipandang semudah itu, pada jaman dimana ego dan rasa takut meluap dan mendidih.

Soekarno dengan lantang mengatakan bahwa basis dari kemerdekaan ialah persatuan, persatuan atas kesamaan merasakan penderitaan. Berjuang bersama untuk lepas dari cengkraman para penjajah. Maka atas dasar senasib seperjuangan itulah Indonesia ada. Pada Kongres Pemuda 1928, yang akhirnya disebut sebagai Sumpah Pemuda, Soekarno menutup pidatonya dengan kalimat, “Perangilah pengaruh bercerai-berai dan majulah terus ke arah Indonesia bersatu yang kita cintai.”


Apakah ego golongan bisa mempertahankan kemerdekaan atau menghadirkan petaka dan perpecahan?


Pada kisah yang tertulis dalam sejarah tentang “Maklumat X” oleh Hatta dan Syahrir terkait memberikan peluang bagi bangsa untuk mendirikan banyak partai di Indonesia. Hasilnya? Partai-partai politik saling menyerang dan bertengkar secara tidak sehat. Para wakil partai yang yang duduk dalam pemerintahan pun lebih condong bersikap sebagai orang partai daripada bersikap sebagai negarawan. Dan kebanyakan orang partai yang partainya sedang berkuasa, dengan kekuasaan di tangannya mengambil sikap lebih mementingkan politik serta aspirasi partainya daripada kepentingan pembangunan bangsa dan negara. Hal-hal tersebutlah yang mendorong Bung Hatta mengambil keputusan untuk meletakkan jabatan.

Sekarang? Tak hanya partai yang saling sikut, bahkan golongan Agama semakin mencuat untuk diperhatikan dan bahkan ingin menguasai. Ditambah lagi organisasi non-pemerintah yang menambah kericuhan di lapangan, mengotori makna persatuan dan berselimut di balik “Menyejahterahkan Masyarakat”. Terlebih golongan yang disetir berbagai pihak baik oleh anak bangsa pemilik modal maupun oleh negara asing yang dengan sengaja ingin merobohkan perjuangan terdahulu.

Persatuan kini sedang dipertanyakan oleh kebanyakan orang bukan hanya melalui lisan bahkan telah merasuk hingga perubahan prilaku yang mementingkan golongan tertentu. Siapa yang bisa meredakan api yang menyala, siapa yang mampu menahan gelombang laut, siapa yang kuat meredam bumi yang gempa?

Jika benar tujuan kita sama pada saat ini dan kedepannya ialah mempertahankan kemerdekaan maka kita patut mengevaluasi diri apakah sungguh kita telah berjuang mempertahankan persatuan bangsa ini? Jika ya, maka marilah mengamalkan PANCASILA dengan sungguh-sungguh. Jika kita mengatakan Pancasila sangat tidak pantas di Indonesia, pertanyaannya kapan kamu tahu rasa singkong itu asin, pedas, atau manis sebelum kamu sungguh merasakannya. Jangan pernah mengutak-atik persatuan bangsa Indonesia demi secuil kepentingan golongan, karena terlalu besar nilai persatuan bangsa Indonesia dicoreng oleh kepentingan golongan tertentu.

Jika ingin menunjukkan sebuah dedikasi yang berarti bagi persatuan dan cita-cita bangsa Indonesia, maka tunjukkanlah dengan gagah dan berani tanpa menjelek-jelekkan golongan lain.

Memaknai hari buruh dan hari pendidikan
Berau, 1-2 Mei 2017


Rico Ricardo Lumban Gaol

Tidak ada komentar:

Posting Komentar